SEMARANG – Maraknya siaran radio ilegal dipandang meresahkan masyarakat, karena konten siarannya tidak memperhatikan etika siaran, tidak berpedoman pada regulasi penyiaran dan sering asal bersiaran. Bahkan tak jarang menyiarkan konten berbau pornografi yang sejatinya telah dilarang/dibatasi penyiarannya oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Provinsi Jawa Tengah (KPID Jateng).

Hal tersebut terungkap dalam acara Ngobrol Bareng Orang Radio, yang diadakan oleh Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Jawa Tengah. Kegiatan yang mengusung tema “Radio Masih Didengar” itu menghadirkan narasumber Ketua PD PRSSNI Jateng Onny Abi Wahono, Komisioner Bidang Kelembagaan KPID Jateng Asih Budi Astuti, Koordinator Bidang Isi Siaran KPID Jateng Ari Yusmindarsih, Ketua Tim Penertiban SMFR dan Alat/Perangkat Komunikasi Balmon Kelas I Semarang Aisyah Sahrane, Ketua Tim Pemeliharaan Infrastruktur SMFR dan Konsultasi Publik Balmon Kelas I Semarang Ratna.

Komisioner Bidang Kelembagaan KPID Jateng, Asih Budiastuti menuturkan pihaknya juga mendapat banyak aduan terkait aktivitas radio ilegal yang bersiaran di wilayah Jawa Tengah. Keberadaan radio tidak berizin tersebar nyaris di seluruh Kabupaten/Kota, baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan.

Asih pada talkshow yang dimoderatori Anjar Asmara dari Radio Mitra FM Purwokerta itu mengatakan bahwa aduan mengenai radio ilegal selalu ada setiap agenda monitoring di lapangan. Belum lagi aduan yang disampaikan ke kantor KPID maupun lewat saluran media sosial.

“Ke manapun kita turun, pasti di situ ada keluhan radio ilegal. Ada yang sudah lama, banyak juga yang baru. Praktiknya makin ngawur karena kadang pakai frekuensi yang sama dengan radio resmi setempat. Problematika radio ilegal ini seakan tak kunjung usai. Ini yang juga memprihatinkan kami,” tutur Asih.

Menurutnya, keluhan perilaku radio ilegal sering disampaikan sejumlah pengelola radio resmi, karena sering menerima iklan dengan harga yang tidak kompetitif.

“Beberapa melapor mereka juga terima iklan. Selain mengganggu peredaran frekuensi, juga mengganggu iklim bisnis radio. Ini butuh tindakan yang masif dan terstruktur agar iklim penyiaran makin sehat,” ujarnya.

Onny Abi Wahono Ketua PD PRSSNI Jateng, mengatakan pihaknya bersama Balai Monitoring dan KPID Jateng mulai konsolidasi menyiapkan aksi bersama untuk memeranginya.

“Semakin lama jumlah radio ilegal alias radio tanpa ijin di Jateng makin banyak, mulai meresahkan dan sangat menggangu. Kami sepakat bersama-sama bergabung untuk memeranginya. Kami berharap ada aksi razia atau sweeping frekuensi radio ilegal. Kalau memang masih nekat, kami akan laporkan hal ini secara pidana. Karena hal ini tidak bisa dibiarkan, meresahkan dan merugikan para pengelola radio resmi,” ujar Onny.

Menurutnya, radio gelap tersebut beroperasi ilegal tanpa ijin apapun, baik ijin penyiaran, ijin perusahaan maupun penggunaan frekuensi. Bahkan diduga kuat pula tanpa bayar pajak. Akibatnya, banyak kerugian yang dialami oleh radio resmi, frekuensi siaran terdesak, persaingan iklan, dan merusak tatanan aturan penyiaran sesuai Perundang-Undangan, juga sangat mengganggu.

Onny menyebut radio ilegal yang saat ini kian marak di Jateng dikenal sebagai radio jamu. Karena isi siarannya hanya lagu dan iklan produk jamu saja. Tidak menyertakan kaidah siaran yang lain.

“Mereka seenaknya bersiaran, mendapatkan uang iklan tanpa membayar pajak. Bahkan, kabarnya ada yang membekingi, ada sponsornya. Ketika dilakukan razia dari pihak Balai Monitoring mereka menghilang semua tanpa diketahui alamat kantornya. Kita radio resmi seperti ‘burung dalam sangkar’ diburu banyak pendengar, namun tidak bebas bergerak karena sangat mematuhi peraturan yang berlaku,” ungkapnya.

Persaingan Media

Di tengah ketatnya persaingan media berbasis digital belakangan ini, media radio masih memiliki peluang untuk bertahan, bahkan berkembang jika manajemennya mampu melakukan inovasi dengan memanfaatkan kehadiran internet.

Koordinator Bidang Isi Siaran KPID Jateng Ari Yusmindarsih mengatakan, kerugian akibat aktivitas radio ilegal memang cukup kompleks. “Kita orang radio berkumpul bareng mencari solusi. Bagimana agar mampu eksis dan berkembang atau tidak sampai tersingkir dari persaingan media di era digital, manajemen radio harus berinovasi tiada henti alias berkelanjutan guna menjaga eksistensinya di tengah kehidupan masyarakat. Dengan demikian, radio dapat mempertahankan para pendengar setianya,” tuturnya.

Radio bisa bertahan, lanjutnya, jika mampu mempertahankan basis pendengarnya dengan karakteristik yang lebih spesifik. Suara merdu dari sang penyiar mampu menarik telinga para pendengarnya untuk tetap setia mendengarkannya.

Keberadaan internet harus dijadikan peluang oleh para pengelola radio, sehingga pengelola radio harus mampu menggunakan internet untuk ikut menopang kelangsungan aktivitas radio. Misalnya, pengelola radio harus berinteraksi dengan para pendengar dengan menggunakan media sosial.

Onny, menyikapi era digital saat ini, menurutnya jika dilihat dari banyaknya media yang menyajikan beragam informasi dan hiburan, sepertinya radio nasibnya bisa jadi bakal tersingkirkan. Apalagi media sosial kian bermunculan.

“Tapi ternyata ada radio yang mampu bertahan usahanya, meski banyak gempuran dari beragam media lainnya seperti media online, tv, smartphone, internet, youtube, facebook dan sebagainya. Saat ini mulai tergeser dengan internet,” ujar Onny.

Untuk itu Onny mengajak seluruh pengelola radio di Jateng agar terus meningkatkan inovasi dan kreativitas. Apapun kondisinya, radio daerah harus tetap bertahan dan berkembang menjadi salah satu sumber rujukan masyarakat.

Fenomena Kontradiktif

Dalam berbagai kesempatan terutama saat KPID Jateng melakukan monitoring ke daerah, Ari menyayangkan masih banyaknya laporan adanya aktivitas siaran tanpa izin yang ditemukan di beberapa daerah.

“Ada fenomena kontradiktif, di mana banyak radio resmi yang tutup operasional, tapi justru masih banyak juga radio yang bersiaran tanpa izin dan mengganggu radio yang legal,” ujarnya.

Laporan atau keluhan soal radio illegal ini yang sering diterima, baik saat monitoring ke daerah maupun yang datang ke KPID. Juga menyoal lesunya pemasukan iklan untuk radio di daerah. Karena itulah, Ari mengajak pihak terkait yang berwenang mengatasi siaran ilegal ini untuk lebih optimal dalam melakukan tindakan.

“Kami di KPID harus menegakkan aturan, pengawasan, pembinaan dan literasi terhadap radio resmi. KPID sudah sering melakukan monitoring ke berbagai daerah, karena KPID hanya mengawasi radio resmi sebagai wewenang kami,” tuturnya.

Ari juga menyayangkan adanya pengiklan yang memilih radio ilegal sebagai medium iklan. Jadi pengiklan juga harus melihat literasi, harus cek dulu legalitas radio sebelum pasang iklan. Jangan malah menyuburkan radio ilegal.

Menindaklanjuti banyaknya aduan tersebut, KPID Jateng akan berkoordinasi dengan instansi terkait, khususnya Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio, yang berwenang dalam penindakan penggunaan frekuensi ilegal. Juga Dewan Periklanan Indonesia yang membawahi para agensi iklan. Termasuk mengajak koordinasi dengan BPOM, karena saat ini banyak temuan iklan kesehatan dan jamu tradisional di radio ilegal.

”Mengenai Radio ilegal ini bukan ranah KPID. Tetapi kami akan dorong lembaga berwenang, untuk lebih intensif lagi mengatasi problematika ini,” ujarnya.

Senada, Ketua Tim Pemeliharaan Infrastruktur SMFR dan Konsultasi Publik Balmon Kelas I Semarang Ratna menambahkan Balmon siap menindak secara tegas pihak-pihak yang menyelenggarakan siaran radio tanpa izin.

“Kami bertugas melaksanakan pengawasan dan pengendalian (wasdal) penggunaan spektrum frekuensi radio yang meliputi proses pengamatan, deteksi sumber pancaran dan monitoring,” tutur Ratna.

Ratna mengatakan peran Balmon sangat penting karena semua frekuensi yang ada di wilayah kerja mereka harus dalam kendali dan pantauan Balmon, agar tidak terjadi kesemrawutan frekuensi.

Menurutnya, setelah menerima pengaduan dari masyarakat, Balmon akan melakukan penertiban, membuat berita acara, memberi peringatan, dan selanjutnya diproses di pengadilan.

Tidak dipungkiri memang, pada Ngabrol Bareng Orang Radio yang juga dihadiri oleh puluhan pengelola radio, Diskominfo Jateng dan kalangan pers di Jateng itu mengemuka tidak adanya efek jera bagi pelanggar radio ilegal karena vonis yang rendah bagi pelanggar.

Ketua Tim Penertiban SMFR dan Alat/Perangkat Komukasi Balmon Kelas I Semarang Aisyah Sahrane menambahkan, bahwa keputusan pengadilan berada di luar kewenangan mereka.

“Sebagai penyidik termasuk Balmon, kami tidak bisa mencampuri urusan pengadilan. Tugas kami sebagai penyidik sampai tahap 2 (penyerahan berkas). Untuk selanjutnya persidangan merupakan wewenang pengadilan. Soal putusan, ada yang diputus 1 tahun penjara di Pekalongan. Sementara di Pemalang tahun lalu, pidananya 6 bulan penjara, denda Rp15juta,” ujar Aisyah. Bahkan Balmon SFR Kelas I Semarang juga telah melaksanakan pemusnahan 270 perangkat telekomunikasi ilegal beberapa waktu lalu. (*)